Selasa, 31 Januari 2012

Munchausen Syndrome, Pura-pura Sakit untuk Meraih Simpati 

Ilustrasi 
Rasa sakit kerap mengundang derita dan nestapa. Manusia melakukan berbagai upaya mengobatinya. Namun sebaliknya orang-orang tertentu justru mengundang sakit atau berpura-pura sakit untuk menghindari tugas dan tanggung jawab.
Sakit, sering menjadi dalih orang untuk terlepas dari persoalan baik di rumah, sekolah, maupun tempat kerja. Dalam istilah psikologi gejala tersebut dinamakan sebagai munchausen syndrome. Sebuah istilah yang diperkenalkan oleh seorang dokter Inggris pada tahun 1951 untuk orang yang membuat penyakit dalam diri mereka sendiri agar mendapatkan perhatian dan kendali atas orang lain. Sindrom ini diambil dari nama seorang tentara bernama Baron von Munchausen yang lahir tahun 1720 di Jerman. Namanya melejit karena kepiawaiannya dalam membual. Ia menulis cerita peperangan dahsyat yang menempatkan dirinya sebagai hero dalam setiap peristiwa.
Selama kurun waktu yang cukup panjang, orang beranggapan bahwa karya Munchausen tersebut merupakan kisah nyata. Kepiawaianya menjadikan fantasi seolah fakta, membuat banyak orang menyanjungnya. Namun kemudian kebenaran pun terkuak setelah sang istri meninggal. Munchausen terlilit hutang dan terlibat berbagai skandal. Iapun akhirnya meninggal bersama segala fantasi, kepura-puraan, dan kebohongannya.
Sifatnya yang suka membual ini kemudian dijadikan label salah satu bentuk gangguan psikologis. Munchausen syndrome menurut Feldman dan Armstrong adalah: “Suatu jenis gangguan psikologis dimana seseorang memiliki kecenderungan untuk berbohong yang ditimbulkan oleh khayalan atau fantasi-fantasinya”. Munchausen syndrome erat kaitannya dengan factitious disorder dan malingering. Factitious disorder merupakan prilaku pura-pura sakit untuk menghindari tanggung jawab, sedangkan malingering adalah prilaku kepura-puraan dengan maksud memperoleh reward, imbalan atau kompensasi tertentu.
Dalam sumber lain munchausen syndrom juga merujuk pada prilaku seseorang yang merasa dirinya sebagai seorang pahlawan namun sesungguhnya dialah sumber penderitaan orang lain. Perilaku penderita gangguan ini sering kali melakukan tindakan membahayakan keselamatan orang lain, namun ia berpura-pura menjadi dewa penyelamat dengan motivasi untuk memperoleh simpati dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Khalayak perlu mewaspadai gejala penyakit ini karena para penderita sering membahayakan keselamatan anggota keluarga atau lingkungan dekatnya.
Gejala munchausen syndrome berkaitan dengan masalah kepribadian seperti kontrol impulse lemah atau prilaku merusak diri. Untuk meyakinkan orang lain bahwa dirinya sakit, biasanya dia melakukan berbagai hal agar tampak benar-benar sakit. Jika perlu bahkan bisa melukai diri sendiri, menunjukkan gejala-gejala palsu, atau mengkontaminasi sampel uji laboratorium.
Tanda-tanda munchausen syndrome:
  • Cenderung dramatis dan menyam­paikan sejarah medis yang tidak konsisten.
  • Gejala tidak jelas, sulit dikontrol, dan tampak menjadi makin menderita ketika pengobatan dimulai.
  • Munculnya gejala baru jika tes menunjukkan hasil negatif.
  • Tidak adanya keinginan atau usaha untuk melakukan tes medis, tindakan operasi, atau prosedur lain.
  • Jika melakukan pengobatan sering berpindah rumah sakit, klinik, tempat praktek dokter yang berbeda-beda bahkan jika perlu ke kota yang berlainan.
  • Malas mengikuti petunjuk kesehatan atau saran baik dari saudara maupun teman yang peduli.
  • Umumnya kurang percaya diri.
Penyebab pasti dari penyakit ini tidak diketahui, tapi para peneliti percaya bahwa baik faktor psikologis maupun biologis memainkan peranan dalam memunculkan sindrom ini. Beberapa teori menduga adanya pengalaman penyiksaan atau tindak kekerasan pada masa kecil, atau seringnya pergi ke rumah sakit bisa menjadi faktor yang meningkatkan berkembangnya sindrom ini.
Diagnosis
Melakukan diagnosis munchausen syndrome sangat sulit dilakukan karena berkaitan dengan ketidakjujuran penderita. Dokter harus mempertimbangkan beberapa kemungkinan penyakit fisik atau penyakit mental, dan menggunakan berbagai jenis tes diagnosis dan prosedur sebelum menetapkan seseorang penderita munchausen syndrome.
Jika dokter menemukan alasan fisik untuk beberapa gejala, dia akan merujuk orang yang kompeten dalam hal kesehatan mental seperti psikiatri atau psikolog. Psikiatri dan psikolog menggunakan catatan medis, tes di laboratorium, dan pengujian psikologis untuk mengevaluasi orang yang mengidap munchausen syndrome. Berdasarkan diagnosisnya dokter, ia akan dapat menyimpulkan apakah pasien benar-benar mengidap penyakit fisik atau mental dengan cara mengobservasi sikap dan prilaku pasien.
Walaupun orang yang mengidap munchausen syndrome tampak secara aktif mencari upaya penyembuhan berbagai gejala yang dirasakannya, dia sebenarnya tidak sungguh-sungguh menginginkan kesembuhan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihak yang menanganai pengidap munchausen syndrome sedangkan kemungkinan untuk penyembuhan kecil.
Penanganan utama bagi pengidap munchausen syndrome adalah psikoterapi sejenis konseling. Proses penanganan akan fokus pada perubahan pola berpikir dan prilaku individu (cognitive-behavioral therapy). Terapi keluarga juga akan sangat membantu agar tidak menguatkan gejala prilakunya, seringkali alih-alih memulihkan malah memperparah.
Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan gangguan munchausen syndrome. Obat mungkin digunakan tetapi untuk penanganan yang berkaitan dengan depresi atau gangguan psikologis lainnya. Penggunaan obat harus hati-hati dan dimonitor oleh yang kompeten di bidangnya. Pengobatan yang dilakukan oleh penderita bisa membahayakan karena bisa jadi obat yang digunakan salah atau cara pemakaian yang keliru.
Orang yang menderita munchausen syndrome menghadapi risiko problem kesehatan atau bahkan meninggal. Hal ini bisa disebabkan karena ia melukai diri sendiri atau memunculkan gejala-gejala penyakit. Karena itu pendekatan keluarga atau teman akan secara personal dengan penuh kepedulian dan kasih sayang akan sangat membantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar